Limbah Elektronik dan Pengelolaannya di Indonesia

85 / 100

“Kandungan zat yang cukup berbahaya bagi lingkungan serta manusia membuat limbah elektronik perlu dikelola secara khusus.”

Limbah Elektronik
John Cameron (Unsplash)

Dengan perkembangan digitalisasi yang semakin maju dalam beberapa tahun terakhir ini, mendorong pertumbuhan industri elektronik menjadi salah satu industri terbesar di dunia. Hal ini juga menyebabkan timbunan sampah elektronik di seluruh dunia menjadi terus bertambah setiap tahunnya, termasuk di Indonesia. Tanpa diiringi dengan penanganan dan pengelolaan yang tepat, sampah elektronik yang terus bertambah dapat menimbulkan bahaya yang serius. Terlebih karena kandungan yang berada di dalam nya sangat tidak ramah untuk lingkungan bahkan manusia.

Menurut data dari Forum Waste Electrical and Electronic Equipment (2022), dunia telah menghasilkan sekitar 5,3 miliar sampah elektronik, khususnya smartphone yang telah menjadi bagian dari limbah elektronik atau e-waste pada akhir tahun 2022. Sedangkan di Indonesia menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2021), jumlah timbunan sampah elektronik telah mencapai 2 juta ton, dengan nyatanya hanya sekitar 17,4 persen sampah elektronik yang berhasil dikelola dengan baik. 

Dampak Limbah Elektronik Terhadap Lingkungan

Penggunaan barang elektronik yang tidak bijak dapat memberikan dampak secara tidak langsung kepada lingkungan dan manusia. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat (2022), limbah elektronik harus dikelola dengan baik, hal ini dikarenakan limbah tersebut mengandung zat yang berbahaya untuk lingkungan dan sulit terurai secara alami. Zat yang terkandung didalamnya berupa kandungan racun dan logam berat yang bersifat biokumulatif. Sehingga apabila limbah elektronik masuk ke dalam lingkungan maka dapat memicu terjadinya asidifikasi tanah yang dapat mengganggu keseimbangan alam.

Pengelolaan Sampah Elektronik di Indonesia

Sampah elektronik sendiri memiliki wujud yang bermacam-macam. Seperti kabel listrik, baterai, kipas angin, lampu bohlam, perangkat komputer, handphone, bahkan  mesin cuci dan kulkas yang ukurannya tidak layak dibuang pada tempat penampungan sampah standar. Hal ini bukan saja karena ukurannya yang besar, tetapi karena sampah elektronik termasuk kedalam bagian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang memiliki kandungan zat kimia yang berbahaya dan beracun di dalamnya.

Pemerintah Indonesia saat ini telah menerapkan beberapa regulasi untuk mengelola sampah elektronik ini. Berikut beberapa aturan yang tertuang terkait dengan pengelolaan sampah di Indonesia:

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Penyelenggaraan aturan ini diharapkan dapat membantu menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah secara khusus dan bertanggung jawab.

Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga membentuk berbagai program untuk mengelola serta menekan jumlah timbunan sampah elektronik. Mulai dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang menyediakan tempat pembuangan sementara khusus untuk sampah elektronik di setiap kecamatan, dan penjemputan limbah elektronik ke rumah-rumah warga yang kemudian akan dikumpulkan di tempat pembuangan khusus. Selain itu, sejumlah produsen barang elektronik juga diminta untuk mengelola limbah yang dihasilkan dengan mendaur ulang sampah yang dihasilkan dari produk.

Pengelolaan Limbah Elektronik oleh Pihak Berwajib

Dalam menangani limbah elektronik atau e-waste tidaklah sama dengan sampah biasa, seperti organik dan anorganik. Dengan bahan kimia berbahaya yang terkandung di dalam limbah elektronik, tentu saja memerlukan pengelolaan khusus yang tepat dikarenakan dapat memberikan dampak yang tidak baik kepada manusia dan lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengelolaan limbah elektronik harus dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki izin yang sudah tersertifikasi oleh pemerintah. Salah satunya adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Saat ini, sudah tercatat 6 perusahaan swasta yang terdaftar di KLHK yang berperan sebagai pengangkut, pengolah, dan pendaur sampah elektronik di Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga telah berupaya untuk melibatkan peran dari produsen dan distributor produk elektronik untuk ikut serta dalam mengelola kembali produk mereka. Terdapat skema take back yang dilakukan untuk melakukan penarikan atau penerimaan kembali produk bekas oleh produsen atau distributor, untuk produk televisi, komputer, handphone, dan lainnya agar nantinya dapat dikelola oleh mereka secara bertanggung jawab.

Cara Mencegah Penimbunan Limbah elektronik

Jumlah timbunan sampah elektronik yang terus meningkat di Indonesia dapat disebabkan karena belum adanya kesadaran dan inisiatif masyarakat dalam membuang ataupun mengelola sampah tersebut. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah sampah elektronik terus meningkat.

  1. Menjaga keawetan barang elektronik dengan baik

Menjaga dan menggunakan barang elektronik dengan baik agar terus berfungsi dapat membantu memperpanjang masa pakai barang dan merupakan salah satu cara untuk mengurangi sampah elektronik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan barang elektronik seperlunya dan tidak terus membeli barang elektronik dalam waktu dekat.

2. Memperbaiki barang yang rusak

Banyak dari kita sering kali memilih untuk membeli barang elektronik yang baru daripada mencoba untuk memperbaikinya. Padahal, barang elektronik tersebut masih bisa diperbaiki agar bisa berfungsi kembali. Hal ini dapat dilakukan sebagai upaya untuk memaksimalkan pemakaian barang elektronik.

3. Menjual barang elektronik

Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dapat membuat kita ingin membeli barang-barang baru, sehingga barang lama menjadi tidak terpakai dan kemudian terbuang. Oleh karena itu, menjual barang elektronik dapat menjadi pilihan tepat agar tidak menjadi limbah.

4. Menyewa barang Elektronik

Jika barang elektronik tersebut tidak terlalu dibutuhkan dan hanya diperlukan beberapa kali saja, lebih baik menyewa daripada membeli baru demi mencegah barang elektronik tidak terpakai dan menjadi limbah.

5. Selektif dalam membeli barang elektronik

Dalam membeli barang elektronik lebih baik lebih selektif, dengan mengutamakan membeli barang-barang yang menunjang produktifitas dan bisa dipakai untuk jangka panjang. 

Keberadaan elektronik yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, membuat peningkatan akan kebutuhan produk elektronik terus meningkat. Ketergantungan ini juga menyebabkan jumlah dari timbunan sampah elektronik terus bertambah setiap tahunnya. Sehingga peningkatan akan kebutuhan barang-barang elektronik perlu dibarengi dengan penanganan yang tepat demi mencegah sampah elektronik yang semakin membanyak dan membahayakan manusia. Perlu kesadaran dan komitmen bersama dari masyarakat dalam mengelola sampah elektronik, agar tidak memberikan dampak buruk yang berkepanjangan bagi lingkungan maupun manusia.

Jadi bagaimana setelah mengetahui dampak dan cara pengelolaan limbah elektronik, apakah sustainers sudah mau memulai mengelola limbah elektronik?

Referensi:

Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat. (2022). Selamatkan Lingkungan dengan Mengelola E-Waste dari Sumbernya. Citarum Harum Juara. https://citarumharum.jabarprov.go.id/selamatkan-lingkungan-dengan-mengelola-e-waste-dari-sumbernya/#:~:text=Limbah%20elektronik%20atau%20limbah%20Bahan

Frazzoli, C., Orisakwe, O. E., Dragone, R., & Mantovani, A. (2010). Diagnostic health risk assessment of electronic waste on the general population in developing countries’ scenarios. Environmental Impact Assessment Review, 30(6), 388–399. https://doi.org/10.1016/j.eiar.2009.12.004

Grant, K., Goldizen, F. C., Sly, P. D., Brune, M.-N., Neira, M., van den Berg, M., & Norman, R. E. (2013). Health consequences of exposure to e-waste: a systematic review. The Lancet Global Health, 1(6), e350–e361. https://doi.org/10.1016/s2214-109x(13)70101-3

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2021). Sambutan Direktur Jenderal Pengelolaan  Sampah, Limbah dan B3 Pada Webinar Pengelolaan Sampah Elektronik Dalam  Rangka International E-waste Day 2021. https://sipsn.menlhk.go.id/download/ewaste2021/Sambutan_Dirjen_webinar_Ewaste_14_Okt_21.pdf

Khalid, H. (2022, November 28). Timbunan Sampah Elektronik dan Pengelolaanya di Indonesia. Indonesia Environment & Energy Center. https://environment-indonesia.com/timbunan-sampah-elektronik-dan-pengelolaanya-di-indonesia/

Waste Electrical and Electronic Equipment. (2022). International E-waste Day: Of ~16 Billion Mobile Phones Possessed Worldwide, ~5.3 Billion will Become Waste in 2022 | WEEE Forum. Weee-Forum.org. https://weee-forum.org/ws_news/of-16-billion-mobile-phones-possessed-worldwide-5-3-billion-will-become-waste-in-2022/

*Yuk baca artikel lainnya dari Talk Sustainable di tautan berikut : https://www.talksustainable.com/article/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *